Tuesday, March 28, 2006

Mari Bersunyi Untuk Temukan Nurani!

resounding silence as time stands still
I surrender mind, body, and soul;
all these I give into the hands of peace.
glory Bali's Lunar New Year Caka Year 1928:
self solitude for a day - self awareness for a lifetime

(respect to electronposts for the design)

Marlowe and Jun

11 Comments:

At 5:36 PM, Anonymous Anonymous said...

SELAMAT HARI RAYA NYEPI SEMETON BALI:

sunya punike
angalap kayun
dados kewangen, puspa agung.

metangi
aksi pengaksi gerudane
punike ring ulu hati
pelung sekadi miane cemeng
yen sampun kemeng kayunne
telek telekang mangde lali ring pelalianan,
lipia ring lelanguan
nenten malelungaan

dumadak sunya punike rauh
sekadi kiberan sasih kartika
mapaice kayun tegteg, ajeg ring pemargi.

swadharma dados anak bali
wastu tindih ring pemargi kayun
nenten ajerih ring musuh
nenten jumbuh ring pesemetonan
sekadi padang pegate
bengayang ring rurunge
dados pajejekan, nanging ring lungane ke gumi suung
ipun jagi dados karawista.
mekatik ambu...
ngetohin gumi,

ring sunya punike
gumi punike swarga yen kepanggih pemargi agung:
inggih punike brata nyepi
mangde nenten linyok ring tri kaya,

ngiring sayaga ring angga
ngiring salulung sabayantaka
ngiring busanaang kayune
tindih ring game tirta
mangde nenten nirdon idupe
mangde malih baline murti lan sakti
sampunang sunyane bonyaine
ngiring mebea kayun
mangde kalane maider
dados dauh ayu

sunya punike
ingin sayukti sunye!

KTN (Kelompok Tulus Ngayah)

 
At 4:18 AM, Anonymous Anonymous said...

dumadak anngota dpr ajak dprd diseluruh indonesia..megae rajin buine melah mekeneh, tusing ngae undang undang ane tawah. dumadak dpr ajak dprd ngelah keneh memperkecil penganguran di indonesia tusing ngae undang undang ane mekecap taen blek. madakang

 
At 3:15 PM, Anonymous Anonymous said...

Selamat Hari Nyepi

 
At 3:16 PM, Anonymous Anonymous said...

Selamat Hari Nyepi


Legal Opinion: Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi

Tim Pengajar FHUI -Depok
Fatmawati, SH. MH.
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
Yetty Komalasari Dewi, SH. M.Li.

Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum kongkrit.

Asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma)
merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih kongkrit dari asas hukum).

Berkaitan dengan RUU Pornografi dan Pornoaksi, berdasarkan argumentasi yuridis (perspektif ilmu hukum), maka RUU ini memiliki dasar pembenar sebagai berikut:

1. Berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Legi

Generalis, maka RUU ini nantinya akan berlaku sebagai hukum khusus, yang akan mengesampingkan hukum umum (dalam hal ini adalah KUHP) jika terdapat pertentangan diantara keduanya. Hal ini sudah banyak terjadi dalam UU di R.I., sebagai contoh adalah UU Kesehatan sebagai lex specialis (hukum yang khusus) dengan KUHP sebagai lex generalis (hukum yang umum). Dalam Pasal 15 ayat
(1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan diatur perihal diperbolehkannya aborsi atas indikasi medis, yaitu dalam keadaan darurat yang membahayakan jiwa ibu hamil dan atau janinnya. Berbeda dengan UU Kesehatan, KUHP sama sekali tidak memperkenankan tindakan aborsi, apapun bentuk dan alasannya. Artinya dalam hal ini, jika terjadi suatu kasus aborsi atas indikasi medis
(seperti diatas), berdasarkan asas Lex Specialis derogate Legi Generalis, maka yang berlaku adalah UU Kesehatan dan bukan KUHP;

2. Berdasarkan asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori

Maka RUU ini nantinya akan menjadi hukum yang disahkan belakangan, yang akan menghilangkan hukum yang berlaku terlebih dahulu (KUHP) jika terjadi pertentangan diantara keduanya.

Sedangkan berdasarkan argumentasi logis, maka RUU ini dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:

* Pornografi dan Pornoaksi yang marak belakangan ini tidak saja membawa korban (victim) orang dewasa tetapi juga anak-anak. Dalam kaitan ini, UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 tidak menyinggung sedikit-pun tentang masalah pornografi anak (child-pornography). Namun mengatur (senada dengan Convention on the rights of the Child 1989) bahwa anak wajib dilindungi dari
‘bahan-bahan dan material’ yang illicit dan membahayakan perkembangan jiwa dan masa depannya. Pornografi adalah satu bentuk illicit materials yang
dapat membahayakan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, diperlukan suatu dasar hukum untuk melindungi anak-anak dari masalah pornografi.
* UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak memiliki klausul yang cukup melindungi pers dan khalayak dari penyalahgunaan pornografi.
* UU tentang Penyiaran No. 32 tahun 2002 juga tidak banyak mengatur dan melindungi khalayak penyiar dan pemirsa dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi.
* Secara fitrah manusia memang memiliki kebutuhan seksual dan tidak ada seorangpun yang berhak mengambil hak dasar ini. Namun demikian, bagaimana menggunakan kebutuhan seksual ini agar tidak memberikan dampak yang negative terhadap masyarakat luas, tentu saja perlu diatur. Sebagai perbandingan, USA yang memiliki nilai-nilai budaya yang cenderung lebih ‘permissive’ dibandingkan Indonesia, misalnya, memiliki Child Obscenity and Pornography Prevention Act of 2002. Di Inggris ada Obscene Publications Act 1959, dan Obscene Publications Act 1964 yang masih berlaku sampai sekarang, yang mengatur dan membatasi substansi atau gagasan dalam media yang mengarah kepada pornografi.

Di dalam sistem hukum Civil Law (European Continental), UU berperan dalam pembentukan hukum. Salah satu tujuan pembentukan hukum (UU) adalah untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi diantara anggota masyarakat (pemutus perselisihan). Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan kemajuan zaman, kehidupan masyarakat-pun mengalami perubahan. Oleh karenanya, hukum-pun harus mengikuti perubahan/perkembangan masyarakat agar hukum mampu menjalankan fungsinya tersebut.

Artinya, jika hukum tidak diubah sesuai dengan perkembangan masyarakat-nya, maka hukum menjadi mati dan tidak mampu mengatasi masalah sosial yang terjadi/muncul dalam suatu masyarakat. Masalah pornografi dan pornoaksi mungkin dulu belum dianggap atau dinilai penting, namun demikian beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informatika, masalah tersebut telah memberikan dampak social yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam kaitannya dengan RUU ini, walaupun menurut sebagian orang masalah
pornografi dan pornoaksi dapat diselesaikan oleh KUHP khususnya pasal 281 dan 282, namun apabila dicermati sebenarnya pasal-pasal tersebut pun masih memiliki
beberapa kelemahan, yaitu tentang kriteria kesusilaan dan tentang ancaman hukuman. Kedua-nya dapat dijelaskan sebagai berikut:

* Kriteria Kesusilaan. KUHP tidak memberikan definisi atau batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan ‘kesusilaan’. Tentu saja hal ini menyebabkan terjadinya ‘multitafsir’ terhadap pengertian kesusilaan, dengan kata lain, kapan seseorang disebut telah bertingkah laku susila atau asusila (melanggar susila). Terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap suatu ketentuan dalam UU seharusnya tidak boleh terjadi karena ini menyebabkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, jika RUU Pornografi dan Pornoaksi justru memberikan pengertian
dan batasan yang lebih jelas atau detail, seharusnya secara logis hal ini dapat dibenarkan. Logikanya, suatu peraturan yang lebih jelas atau detail justru akan menghindari terjadinya ketidakpastian hukum dan menghindari implementasi yang sewenang-wenang dari aparat penegak hukum (non-arbitrary implementation).
Dan jika kepastian hukum justru dapat tercapai dengan adanya RUU ini, maka seharusnya kita mendukungnya.
* Ancaman Hukuman. Ancaman hukuman yang terdapat pada pasal 281 dan 282 KUHP sangat ringan. Kedua pasal tersebut yang dianggap oleh sebagian orang sudah cukup untuk mengatasi atau mengantisipasi masalah pornografi dan pornoaksi, hanya memberikan maksimal hukuman penjara 2 tahun 8 bulan dan maksimal denda Rp. 75.000 (lihat pasal 282 ayat 3). Jika tujuan dijatuhkan-nya hukuman adalah untuk mencegah orang untuk melakukan perbuatan tersebut, jelas hukuman maksimal penjara dan denda seperti diatas (2 tahun 8 bulan dan 75.000), tidak akan memberikan dampak apapun pada pelakunya. Ancaman hukuman tersebut tidak memiliki nilai yang signifikan sama sekali untuk ukuran sekarang.

Berdasarkan paparan di atas, sebenarnya RUU APP ini memiliki cukup legitimasi baik dari sisi yuridis maupun sosiologis. Hanya saja, disarankan untuk lebih memperbanyak atau memperkuat argumentasi yuridis bahwa RUU ini memang dibutuhkan walaupun telah diatur secara tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan (argumentasi kelebihan RUU ini dibandingkan pengaturan
yang telah ada). Sebagai contoh, UU Kesehatan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Disamping itu ada juga UU KDRT, yang sebenarnya secara substansi telah diatur dalam KUHP, tetapi toh dapat diberlakukan UU KDRT karena memiliki argumentasi logis yang merubah kekerasan dalam rumah tangga dari delik aduan (dalam KUHP) menjadi delik biasa (dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat atau mengetahui peristiwa tersebut).

Kemudian, harus diakui bahwa ada beberapa rumusan yang belum ‘pas betul’ dengan tujuan pembentukan RUU ini, yaitu antara lain rumusan/ definisi tentang
‘pornoaksi’. Karena dalam pelbagai literature agak sulit secara legal formal untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘pornoaksi’. Sedangkan, definisi ‘pornografi’ sudah lumayan ter-cover dalam RUU APP, di –mix dengan definisi pada UU sejenis di negara lain dan encyclopedia. Maka, suatu studi yang lebih kritis tentang ‘pornoaksi’ amat perlu dilakukan.

Untuk keberlakuan RUU APP ini, dapat mengikuti metode pemberlakuan UU Lalu Lintas (penggunaan seat-belt), dimana diberikan cukup waktu untuk sosialisasi RUU
ini, atau masa transisi, dan setelah sekian tahun (misal 2 atau 3 tahun), baru-lah RUU ini diberlakukan secara penuh.

Wilayah Perdebatan dan Kontroversi

Selama ini wilayah perdebatan dan kontroversi yang paling banyak diungkap oleh para pengkritisi RUU APP ini adalah :

* Apakah pornografi dan pornoaksi adalah issue public atau issue privat yang berarti termasuk ranah publik-kah atau ranah privat?
* Apakah pornografi dan pornoaksi ada dalam wilayah persepsi yang berarti masuk dalam ranah moral dan agama (yang berarti pelanggaran terhadapnya hanya dapat dikenakan sanksi moral atau sanksi agama) ataukah masuk dalam ranah hukum public dan kenegaraan yang berarti dapat dikenakan sanksi hukum yang mengikat dan memaksa (sanksi pidana).
* Apakah pelarangan terhadap pornografi dan pornoaksi adalah suatu bentuk pelanggaran HAM terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers ataukah
justru perlindungan terhadap pers yang sehat dan edukatif dan perlindungan terhadap anak dan khalayak penikmat pers dan media.
* Apakah pelarangan terhadap pornografi atau pornoaksi adalah suara dari mayoritas masyarakat ataukah semata-mata ‘pemaksaan’ issue dari ‘kelompok-kelompok tertentu’ saja atau bahkan sebagai ‘pintu masuk pemberlakuan syari’at Islam di Indonesia’?
* Apakah pornografi memang harus diatur dengan Undang-Undang, atau cukup diserahkan pada UU yang ada saja (jawabannya ada di atas).
* Apakah pelarangan pornografi dan pornoaksi tidak akan menimbulkan viktimisasi terhadap perempuan ataukah malah menimbulkan viktimisasi perempuan?

Menurut hemat kami, keberatan-keberatan tersebut harus disikapi dengan proporsional. Ada memang ranah yang harus diseimbangkan, bahwasanya pelanggaran pornografi misalnya tidak boleh sekali-sekali melanggar hak anak dan perempuan. Bahwasanya pornografi disini aktornya adalah laki-laki dan
perempuan, tidak hanya perempuan, sehingga kekhwatiran terhadap viktimisasi terhadap perempuan mestinya tak usah terjadi. Bahwasanya pornografi memang harus diatur dengan UU karena ketidakdigdayaan UU yang ada. Juga, karena di negara-negara barat saja pornografi memiliki pengaturan tersendiri. Dan,
bahwasanya RUU APP ini bukan agenda sektarian kelompok-kelompok tertentu saja (apalagi sebagai pintu masuk Syari’at Islam seperti selama ini dikhawatirkan
khalayak penolak dan pengamat asing), melainkan lahir dari suatu kebutuhan untuk menciptakan media yang sehat dan edukatif disamping sebagai legislasi yang menjamin perlindungan terhadap masyarakat, utamanya anak-anak dan kaum perempuan dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi.

Yang terakhir, suatu RUU semestinya harus mencerminkan keadilan dan kepastian hukum (justice and certainty of law), maka suatu studi mendalam diiringi
proses penyusunan yang aspiratif (akomodatif terhadap suara-suara dan kebutuhan dalam masyarakat maupun pemerintah) sudah semestinya dilakukan.
Wallahua’lam

Depok, 8 Maret 2006

Disclaimer : Legal opinion ini adalah pendapat para pengajar tersebut di atas dan tidak mewakili institusi

 
At 3:54 PM, Anonymous Anonymous said...

Masukan yang bagus,.
perlu di pikirkan bahwa yang menolak ruu app ini mempunyai dasar-dasar yang kuat, tidak sembarangan menolak. secara legal, sosial menurut pendapat tersebut belumlah lengkap, karena ruu app ini tidak hanya legal dan sosial saja yang menjadi dasar/pijakan.
masih ada dasar agama, budaya, ham dan keanekaragaman hasanah bangsa yang mesti juga menjadi dasar ruu app tersebut, mayoritas tadak berarti mengorbankan yang minoritas, tidak mendengarkan minoritas, karena secara NKRI ada minoritas agama suku, tetapi dilihat dari penduduk sebuah pulau, minoritas tersebut ada juga yang mayoritas. sehingga kajian legal dan sisoal perlu lebih didalam lagi mengenai kajian /aspek lain untuk menampung semua aspirasi anak bangsa.
dampak yang akan ditimbulkan menurut hemat saya, dalam jangka pendek sangat besar sekali, aksi menolak pasti terus berlanjut, pengangguran akan bertambah, karena sektor pariwisata dan penujangnya agam mengalami masa yang sangat sulit.

 
At 8:09 PM, Anonymous Anonymous said...

Ok, tapi hendaknya kita tidak berpendirian "nihilisme".

 
At 7:25 PM, Blogger DarRah Bali said...

Comment for :Legal Opinion

Mencari "pembenar" sih gampang saja. Ya kan ???

Siapapun bisa membuat "pembenar". (Tergantung bayarannya) He..he...he....

 
At 8:26 PM, Anonymous Anonymous said...

Refreshing dengan Puisi...!!!


tega tenan

masa muka cantik harus ditutupin nggak kelihatan

kasihan kan

jilbab itu bukan keindahan

tapi beban

coba anda pakai, pasti anda temukan jawaban

wanita arab pakai jilbab tidak iklas itu adalah kewajiban

kata lainnya adalah paksaan

yang pake tshirt aja kepanasan

apalagi disuruh pake jilbab nggak karuan

nanti kami ngomel terus terusan

kalau kami stres sebentar lagi kami uring uringan

lebih baik kami blak blakan

kami ingin hidup nyaman

berbaju tanpa lengan

tapi tetap sopan

supaya kami bisa memberikan kepuasan

kepada suami teladan

bukan kepada suami yang suka jajan

wanita dibawah lampu jalanan

Bang Rhoma yang dirumah jadi panutan

yang suka comot nama Tuhan sembarangan

amit amit lihat kelakuan

sungguh kemunafikan kelihatan

entah apakah bang Rhoma kemasukan setan

lawanlah nafsu kenikmatan

lawanlah nafsu kemaksiatan

berzikirlah jangan segan segan

carilah bimbingan kerohanian

kalau perlu konsultasi kejiwaan

nggak kemahalan

malah ada yang gratisan

Bg Rhoma maludirilah lihat perempuan mata jelalatan

tingkahmu kegatelan

kalau digaruk nanti bisa ayan

Bang Rhoma yang Budiman

poligamimu memalukan

terlalu banyak bang Rhoma buat alasan

untuk membenarkan kepuasan keduniawian

Bang Rhoma yang budiman

tanpa merasa bersalah dengan keyakinan

kau tuding Inul setan pengacau iman

dengan ringan kau buat airmatanya berderaian

aduh kasihan

kau nobatkan dirimu nabi moral aja sekalian

kebangetan

Bang Rhoma sang rohaniawan kesiangan

bangunlah dari angan angan

Indonesia bukanlah padang pasir kekeringan

kami tak perlu jilbab dengan paksaan

tapi dengan kesiapan

dan keiklasan

bukan dengan ancaman hukuman

denda kurungan

atau uang tebusan

kasihan kami orang kekurangan

kalau dilarang malam keluyuran

padahal pekerjaan saya adalah pelayan restoran

bagaimana cari uang buat beli makanan

kasihan nanti anak anakku kelaparan

Bang Rhoma yang budiman

yang selalu seperti cacing kepanasan

ketika mendapat kritikan

bisakah anda memberikan saya pekerjaan=20

tanpa saya merasa takut main kejar kejaran

dengan kamtib yang coba cari obyekan

dengan menaruh saya ditahanan

suami saya tidak punya uang pembebasan

aduh kasihan

deritaku ditahanan

aku tak bersalah tapi dijebloskan

disuruh mengaku menjual kenikmatan dijalanan

dasar orang orang edan

semoga kesabaranku mendapat balasan dari Tuhan

itulah yang membuatku bertahan

aku tidak boleh kehilangan pikiran

anak anakku masih membutuhkan belaian

dari ibu yang masih mempunyai harapan

semoga negara ini bebas dari cengkeraman

dari cita cita orang bodoh yg memaksakan

Indonesia menganut budaya arab araban

 
At 4:00 AM, Anonymous Anonymous said...

Oh Hyang Widhi, kapankah konflik ini akan berakhir dengan dihentikannya pembahasan RUU APP yang kepanjangannya Rhoma-Irama Ujung2nya Uang dan Agar Pantas Poligami?

 
At 7:40 AM, Anonymous Anonymous said...

Seberapa banyak sih perempuan yang tidak merasa secure dengan adanya RUU APP bila dibandingkan dgn perempuan Indonesia seluruhnya ? Jelas segelintir wanita tsb tidak merasa secure, wong mereka terbiasa dengan mempertontonkan sensualitas mereka di ranah publik. Bahkan periuk nasinya dari hasil mempertontonkan tubuhnya tsb.

Justru mereka lah yang merendahkan derajat perempuan Indonesia. Tapi mereka dgn lantangnya menyuarakan seakan-akan mewakili perempuan Indonesia seluruhnya.

Selain itu mereka juga beralasan RUU APP sangat diskriminatif thd perempuan, krn perempuan dianggap sbg objek dan pelaku pornografi.

Coba lihat lagi RUU APP, dalam pasal-pasal TIDAK SAMA SEKALI mengatakan perempuan/wanita.
Kecuali di penjelasan, dijelaskan bagian-bagian sensualitas. Sekarang perempuan dan laki-laki memang secara fisik berbeda khan ? Tidak mungkin kita berargumen dgn persamaan gender utk masalah ini. Bentuk tubuh perempuan dan laki-laki jelas berbeda, begitu pula bagian-bagian yang membangkitkan birahi juga berbeda.

Bila anda mempertentangkannya, harusnya anda menggugat TUHAN !
Kenapa perempuan diberikan bentuk tubuh seperti ini ?
Kenapa perempuan mempunyai banyak sekali bagian tubuh yang indah dan sensual yang menarik hasrat kaum laki-laki ?
Kenapa diciptakan gender yang berbeda ? Kenapa tidak hanya satu gender saja, sehingga kaum perempuan tidak perlu capek-capek memperjuangkan persamaan gender dalam segala hal, termasuk bentuk fisik ?
Kenapa perempuan diciptakan ?
Kenapa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam) ?

Perempuan dan laki-laki dikaruniai hasrat/birahi dalam memandang lawan jenisnya. Dan perempuan dikaruniai lebih banyak bagian tubuh yang indah yang menarik bagi kaum laki-laki. Saya setuju bahwa tubuh perempuan itu mengandung nilai seni dan sensualitas yang tinggi bila di pandang oleh kaum laki-laki yang normal maka hasrat kaum laki-laki itu akan terpancing.

Tapi pertanyaannya apakah itu harus dipertontonkan ke ranah publik ? Yang jelas itu men-drive hasrat birahi kaum laki-laki.
Apakah mereka berhak menjual bentuk tubuhnya untuk diperlihatkan ke kaum laki-laki hidung belang ?
Apakah kita wajib melindungi kaum perempuan yang justru merendahkan kaum perempuan itu sendiri ?

RUU APP BUKAN menyeragamkan budaya, BUKAN menyeragamkan dalam berpakaian, BUKAN untuk memaksakan aturan suatu agama.
RUU APP dapat mengangkat suatu kaum/suku yang masih berpakaian / pola hidup yang tertinggal dan kurang beradab, bukan untuk menangkapnya, kenapa ? Karena mereka bukan dgn sengaja mempertontonkannya. Tapi ini merupakan tugas kita untuk menjadikan mereka lebih beradab dalam era globalisasi ini

RUU APP ini justru utk mendefinisikan Pornografi dan Pornoaksi krn di UU yang ada tidak jelas batasan melanggar kesusilaan.
RUU APP ini hanya meminta warga negaranya berpakaian secara sopan, tidak untuk memancing birahi lawan jenisnya (baik laki-laki dan perempuan)
RUU APP melindungi kaum perempuan Indonesia dari pihak-pihak yang justru merendahkan kaum perempuan dengan dijadikan objek yang laku dijual dan dibeli oleh kaum laki-laki hidung belang.
RUU APP melindungi moral anak-anak kita dari bahaya pornografi yang nantinya mereka tidak fokus dalam belajar dan membangun masa depan bangsa dengan keilmuannya bukan dengan mempertontonkan tubuhnya atau bahkan melacurkan dirinya.

Janganlah kalian EGOIS karena saat ini kita dapat menikmati keindahan tubuh perempuan.
Janganlah kalian EGOIS karena saat ini job order untuk tampil dan terkenal dengan mempertontonkan tubuh kalian.
Janganlah kalian mengeruk profit dari mempertontonkan tubuh perempuan yang justru menghinakan/merendahkan kaum perempuan.

Lihatlah masa depan bangsa... lihatlah masa depan anak-anak bangsa yang masih lucu dan lugu dan mereka sedang giat belajar.
Jangan ganggu dan usik mereka oleh media pornografi.
Jangan hina harga diri mereka ketika mereka tahu ibunya mempertontonkan keindahan tubuhnya demi kaum lelaki.

Bila mereka terganggu, mereka tidak akan fokus belajar demi ilmu untuk masa depan mereka dan masa depan bangsa.
Mereka akan terjerumus ke fantasi mereka dengan melihat media pornografi akhirnya mereka akan terjerumus ke dalam dunia free sex.
Akhirnya perempuan juga yang akan menjadi korban: hamil. Dan berikutnya perbuatan dosa lagi yang mereka lakukan, yaitu Aborsi
Atau lahir seorang anak yang tidak diketahui Bapaknya, atau Bapaknya tidak bertanggung jawab.
Kasihan kaum perempuan bila menanggung beban seperti itu.

Apakah mereka bisa membangun negaranya ?

Tanggung jawab siapakah ini ?

Jelas tanggung jawab kita sekarang ini. Sama seperti kita memberantas Narkoba agar kita tidak hilang generasi penerus. Sama seperti kita mempertahankan Sumber Daya Alam untuk anak cucu kita kelak. Sama dengan menyelesaikan hutang negara agar anak kita tidak terbebani oleh hutang negara. Sama dengan kita melestarikan hutan saat ini demi anak cucu kita.

 
At 6:40 AM, Anonymous Anonymous said...

sudah jelas budaya arab tdk sesuai dgn budaya indonesia yg elok dan serasi. jangan memaksa burab masuk indonesia akan ribut terus.
0707

 

Post a Comment

<< Home