Remember, at 10 pm tonight in Kuta's Apache Club and the Wave, ten rocking bands will scream their rages out against the pornography bill. Be there, be happy and be united....in defiance
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 2 Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara Pasal 3 (1) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
BAB II ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 5 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi : a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan; dan g. keterbukaan
Pasal 6 (1) Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas : a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
(5).Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III MATERI MUATAN Pasal 8 Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang : a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi : 1. hak-hak asasi manusia 2. hak dan kewajiban warga negara; 3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; 4. wilayah negara dan pembagian daerah; 5. kewarganegaraan dan kependudukan; 6. keuangan negara, b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
BAB V PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bagian Kesatu Persiapan Pembentukan Undang-undang Pasal 21 (1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden. (2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima. (3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
BAB VI PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG Bagian Kesatu Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 32 (1) Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.
(5) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. (6) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. (7) Ketentuan lebih lanjut menangani tata cara pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 35 (1) Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. (2) Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.
II. No. 17 Judul Peraturan Pembentukan Undang-Undang Bab BAB XVII Isi Materi Ketentuan Umum
Pasal 130
1.Sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang Anggota dapat mengajukan usul inisiatif Rancangan Undang-Undang.
2.Usul Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga diajukan oleh Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi.
3.Usul inisiatif Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 beserta keterangan dan/atau naskah akademis disampaikan secara tertulis oleh Anggota atau Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, atau Pimpinan Badan Legislasi kepada Pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama Fraksinya setelah dilakukan pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) huruf c.
Pasal 131 2.Pengusul, berhak menarik usulnya kembali, selama usul Rancangan Undang-Undang tersebut belum diputuskan menjadi Rancangan Undang-Undang oleh Rapat Paripurna.
3.Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali usul, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus ditandatangani oleh semua pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota.
Pasal 133
1.Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR yang telah dikirim kepada Presiden, namun belum mendapatkan Surat Pengantar Presiden, dapat ditarik kembali berdasarkan keputusan Rapat Paripurna.
Tingkat Pembicaraan Pasal 136
1.Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.
2.Dua tingkat pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. Tingkat I dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus. b.Tingkat II dalam Rapat Paripurna.
Pasal 137
1.Pembicaraan Tingkat I dilakukan berdasarkan urutan kegiatan sebagai berikut:
a.
(2) pandangan dan pendapat Presiden, untuk Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR;
2.Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat :
a.diadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum; b.diundang Pimpinan Lembaga Negara atau lembaga lain apabila materi Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain; dan/atau c.diadakan rapat intern. 3.Dalam Pembicaraan Tingkat I, DPR dapat didampingi oleh Tim Asistensi/Tim Pendamping.
Pasal 138
1.Pembicaraan Tingkat II meliputi pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh:
1)laporan hasil Pembicaraan Tingkat I; 2)pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap Fraksinya; dan 3)pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
2) Jika Rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
1 Comments:
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara
Pasal 3
(1) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
BAB II
ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi :
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan
Pasal 6
(1) Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas :
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Pasal 7
(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
(5).Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB III
MATERI MUATAN
Pasal 8
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang :
a. mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi :
1. hak-hak asasi manusia
2. hak dan kewajiban warga negara;
3. pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;
4. wilayah negara dan pembagian daerah;
5. kewarganegaraan dan kependudukan;
6. keuangan negara,
b. diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
BAB V
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bagian Kesatu
Persiapan Pembentukan Undang-undang
Pasal 21
(1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden.
(2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima.
(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PEMBAHASAN DAN PENGESAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Bagian Kesatu
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 32
(1) Pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden atau menteri yang ditugasi.
(5) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan.
(6) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
(7) Ketentuan lebih lanjut menangani tata cara pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 35
(1) Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan kembali rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.
II.
No. 17
Judul Peraturan Pembentukan Undang-Undang
Bab BAB XVII
Isi Materi Ketentuan Umum
Pasal 130
1.Sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang Anggota dapat mengajukan usul inisiatif Rancangan Undang-Undang.
2.Usul Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat juga diajukan oleh Komisi, Gabungan Komisi, atau Badan Legislasi.
3.Usul inisiatif Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 beserta keterangan dan/atau naskah akademis disampaikan secara tertulis oleh Anggota atau Pimpinan Komisi, Pimpinan Gabungan Komisi, atau Pimpinan Badan Legislasi kepada Pimpinan DPR disertai daftar nama dan tanda tangan pengusul serta nama Fraksinya setelah dilakukan pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) huruf c.
Pasal 131
2.Pengusul, berhak menarik usulnya kembali, selama usul Rancangan Undang-Undang tersebut belum diputuskan menjadi Rancangan Undang-Undang oleh Rapat Paripurna.
3.Pemberitahuan tentang perubahan atau penarikan kembali usul, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), harus ditandatangani oleh semua pengusul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR, kemudian dibagikan kepada seluruh Anggota.
Pasal 133
1.Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR yang telah dikirim kepada Presiden, namun belum mendapatkan Surat Pengantar Presiden, dapat ditarik kembali berdasarkan keputusan Rapat Paripurna.
Tingkat Pembicaraan
Pasal 136
1.Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.
2.Dua tingkat pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. Tingkat I dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Panitia Anggaran, atau Rapat Panitia Khusus.
b.Tingkat II dalam Rapat Paripurna.
Pasal 137
1.Pembicaraan Tingkat I dilakukan berdasarkan urutan kegiatan sebagai berikut:
a.
(2) pandangan dan pendapat Presiden, untuk Rancangan Undang-Undang yang berasal dari DPR;
2.Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat :
a.diadakan Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Dengar Pendapat Umum;
b.diundang Pimpinan Lembaga Negara atau lembaga lain apabila materi Rancangan Undang-Undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain; dan/atau
c.diadakan rapat intern.
3.Dalam Pembicaraan Tingkat I, DPR dapat didampingi oleh Tim Asistensi/Tim Pendamping.
Pasal 138
1.Pembicaraan Tingkat II meliputi pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna, yang didahului oleh:
1)laporan hasil Pembicaraan Tingkat I;
2)pendapat akhir Fraksi yang disampaikan oleh Anggotanya dan apabila dipandang perlu dapat pula disertai dengan catatan tentang sikap Fraksinya; dan
3)pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh Menteri yang mewakilinya.
2) Jika Rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, Rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
Post a Comment
<< Home