Wednesday, February 22, 2006

Pidato Ketua Delegasi Bali ke DPR RI

Pidato Ketua Delegasi Komponen Rakyat Bali

I Gusti Ngurah Harta

Yang Terhormat:

Bapak Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR RI

Bapak Ketua Pansus RUU Antipornografi dan Pornoaksi

Yang saya mulyakan:

Bapak-bapak serta Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Serta Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Yang saya cintai:

Rekan-rekan wartawan, baik dari media cetak maupun elektronik, yang berkesempatan hadir saat ini.

Pertama-tama, marilah kita semua memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia cinta kasih Beliau-lah kita semua dapat berkumpul pada hari yang membahagiakan ini.

Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,

Ijinkanlah saya, atas nama semua rekan-rekan dari Bali yang hadir hari ini, mengucapkan rasa terimakasih yang mendalam atas kesediaan Bapak-bapak serta Ibu-ibu sekalian untuk menerima kami dalam kesempatan ini.

Sungguh sangat kami pahami bahwa jadwal kerja serta kegiatan Bapak-bapak serta Ibu-ibu sangatlah padat. Oleh karenanya, kesediaan Bapak-bapak serta Ibu-ibu untuk bertatap muka dengan kami merupakan sebuah kehormatan bagi kami.

Tentunya, kami pun akan berupaya dengan sepenuh hati agar pertemuan ini menjadi sebuah ajang dialog dari hati ke hati yang berlangsung secara terhormat dan bermartabat.

Semoga pula pertemuan ini melahirkan suatu pemahaman yang konstruktif dan bermanfaat bagi bangsa dan Negara kita.


Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati,

Ijinkanlah saya untuk memperkenalkan rekan-rekan saya yang hadir pada saat ini.

Di sebelah saya adalah Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. Beliau adalah pemimpin agama yang sangat kami hormati dan mulyakan di Bali. Beliau saat ini menjabat sebagai Dharmadhyaksa, atau ketua dari Sabha Pandita (Majelis Pendeta) Parisadha Hindu Dharma Indonesia-Pusat.

Hadir pula saat ini Prof. Dr. I Made Bandem. Beliau adalah salah seorang cendekiawan serta budayawan yang sangat berpengaruh di Bali. Sumbangsih beliau, baik berupa pemikiran, kebijakan serta karya seni, telah berperan besar bagi kelestarian dan kemajuan seni budaya Bali. Saat ini beliau menjabat sebagai Rektor ISI Yogyakarta.

Selain itu, hadir pula Wayan P Windia SH M.Si. Beliau dikenal kepakarannya dalam hukum adat serta budaya Bali. Selain sebagai pengajar hukum adat di Universitas Udayana, beliau juga pengasuh Banjar Bali Studi Klub, sebuah kelompok diskusi beranggotakan para pemimpin lembaga adat. Beliau juga salah satu tokoh kunci di balik Majelis Utama Desa Pekraman (MUDP), lembaga yang menghimpun desa-desa adat di Bali.

Kemudian, hadir pula Cokorda Sawitri, salah satu penyair dan dramawan terkemuka Bali. Cokorda Sawitri juga aktif dalam lembaga-lembaga sosial yang bergerak dibidang kesetaraan gender, seperti Forum Mitra Kasih Bali. Karya-karya sastra Cokorda Sawitri seringkali mengangkat isu-isu pembelaan terhadap kaum perempuan. Hingga saat ini beliau juga masih menempati posisi sebagai penasehat parahyangan, yang mengurusi tempat-tempat suci keagamaan, bagi lebih dari 20 desa adat di Bali timur.

Yang terakhir adalah Kadek Suardhana, seorang seniman serta komposer produktif. Beliau saat ini menjabat sebagai ketua Arti Foundation, sebuah lembaga kebudayaan yang aktif melakukan muhibah budaya dengan sejumlah Negara asing.

Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,

Kehadiran kami di sini adalah untuk menyampaikan penolakan kami terhadap RUU Antipornografi serta Pornoaksi. Penolakan yang saat ini telah mendapat dukungan luas di kalangan intelektual, cendekiawan, seniman serta masyarakat kebanyakan di Bali.

Penolakan ini berangkat dari penilaian kami bahwa RUU ini telah nyata-nyata mengabaikan keragaman sosio-kultural serta kepercayaan relijius yang dianut oleh berbagai suku bangsa di nusantara ini.

Kami percaya bahwa sebagai bangsa yang bersendikan dan memulyakan keragaman, sebagaimana yang tegas tertera pada semboyan Negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”, maka setiap aturan yang dilahirkan oleh lembaga-lembaga Negara seyogianya berlandaskan pada kesepakatan bersama seluruh elemen bangsa.


Selain itu, aturan tersebut juga harus mengakomodasi serta mencerminkan keragaman nilai-nilai sosial budaya yang ada di Negara ini.


Kesepakatan bersama serta akomodasi terhadap keragaman inilah yang kami rasakan belum tercermin dalam RUU Antipornografi dan Pornoaksi ini.

Contoh paling sederhana adalah bagaimana RUU ini memberikan rumusan tentang sensualitas, maupun tentang anggota-anggota badan yang dinilai sensual, yang menurut kami mengabaikan berbagai tafsiran berbeda tentang sensualitas yang masih hidup dan diyakini oleh berbagai komunitas tradisional di Negara kita, termasuk komunitas Bali.

Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya hormati,

Meskipun dalam RUU ini telah dicantumkan berbagai perkecualian, namun perkecualian-perkecualian tersebut memiliki sejumlah kelemahan mendasar.

Selain cakupannya yang masih sempit dan tidak mewakili kepentingan dan kebutuhan kultural dan relijius komunitas kami, perkecualian tersebut juga memberi peluang terlalu besar bagi Negara untuk membatasi kebebasan komunitas kami dalam merayakan kekayaan kultural serta warisan keagamaannya.

Contoh paling sederhana adalah perkecualian bagi pementasan kesenian di gedung kesenian. RUU memaknai gedung kesenian sebagai sebuah tempat pementasan yang telah mendapat ijin dari Negara.

Hal ini sungguh sangat membatasi kebebasan para seniman Bali. Kami besar dalam sebuah tradisi di mana kesenian adalah adalah peristiwa keseharian, yang spontan dan mengalir.

Dalam tradisi ini kesenian adalah milik bersama dan panggungnya mencakup keseluruhan wilayah pulau kami. Karenanya, kesenian Bali tak memerlukan ruang khusus yang statis untuk tampil.

Tergantung kepada fungsi serta tujuannya, kesenian Bali bisa dipentaskan di mana saja, mulai dari gedung pementasan yang megah hingga perempatan jalan yang sibuk, bahkan hingga ke kuburan sepi di tengah malam.

Tentunya, masih ada sejumlah keberatan lainnya yang ingin kami utarakan, termasuk bias gender RUU yang terlalu kental serta urgensi RUU yang teramat lemah karena telah adanya sejumlah Undang-undang lainnya yang mengatur tentang kesusilaan dan kesopanan.

Berbagai argumentasi di atas adalah hasil rumusan sebuah semiloka yang kami selenggarakan pada Sabtu, 11 Februari lalu. Hingga saat ini, dukungan kepada sikap yang kami ambil masih terus datang mengalir.

Tentunya, besar harapan kami agar Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Pansus berkenan berkunjung ke Bali untuk secara langsung mendengarkan aspirasi masyarakat kami mengenai RUU ini.


Bapak-bapak serta Ibu-ibu anggota Dewan yang saya mulyakan,

Apa yang telah saya sampaikan tadi hanyalah paparan singkat dari rumusan penolakan kami. Pemaparan yang lebih mendalam akan dilakukan oleh rekan-rekan saya yang jauh lebih luas pengetahuannya tentang dimensi-dimensi relijius, seni, budaya serta adat.

Kami berkeyakinan bahwa Bapak-bapak serta Ibu-ibu para anggota Dewan serta Pansus memiliki kepekaan hati, kebijakan pikiran serta rasa ke-negarawan-an yang mendalam untuk menelaah langkah apa yang sebaiknya diambil demi kepentingan, ketentraman serta keutuhan bangsa dan Negara yang sama-sama kita cintai ini.

Sebagai akhir kata, ijinkanlah saya untuk menyampaikan rasa terimakasih mendalam atas kesediaan Bapak-bapak dan Ibu-ibu untuk mendengarkan aspirasi kami.

Selanjutnya saya persilakan Prof. Dr. I Made Bandem untuk membacakan rumusan hasil semiloka tersebut.

3 Comments:

At 8:37 PM, Anonymous Anonymous said...

Saya sangat tidak setuju dengan RUU APP, salah satunya ada pendefinisian Pornografi yang tidak jelas.. dan siapakah yang berhak mendefinisikan pornografi dan dari sudut pandang pihak siapakah( entah agama, sosial, atau cendikiawan). Bukankah kita ketahui ada agama tertentu yang simbol2nya yang menurut mereka adalah bukan bentuk kepornoan tetapi justru ditafsirkan oleh Undang - undang itu menjadi sesuatu yang berbau porno. Jika pendefinisian benda - benda agama yang dianggap porno oleh Undang - undang itu sebetulnya itu benda benda yang wajar (bukan benda semacam itu), oleh agamanya, maka bukankah berarti agama itu akan disalahkan ( dan mungkin karena menurut pandangan agama lain) dan agama itu kemungkinannya akan dilarang. Jelas - jelas ini merupakan bentuk pemaksaan agama A terhadap Agama B ( secara tidak langsung), mengingat biasanya pendefinisian Pornografi itu selalu dikaitkan dengan Agama. Hal ini biasanya sudah kita ketahui bahwasannya, penggrebekan dan pengrusakan tempat2 yang dikatakan tempat2 prostitusi dan porno dilakukan oleh pihak - pihak organisasi keagamaan.

terima kasih.

 
At 10:13 PM, Blogger electronposts said...

I BELIEVE

 
At 10:29 PM, Blogger electronposts said...

I REMEMBER

 

Post a Comment

<< Home